MENGELOLA SAKIT HATI DI LINGKUNGAN PEKERJAAN
Sakit hati? Ya benar sakit hati. Siapa?
Ya bisa karyawan, ya bisa manajer. Kok bisa terjadi seperti itu? Sakit
hati adalah salah satu penyakit tertua dari manusia. Itu muncul ketika
seseorang merasa disakiti oleh orang lain. Orang yang sakit hati seperti
ini merasa tak menerima diperlakukan seperti itu. Harga diri
dicabik-cabik. Timbul bisa langsung pada personal bersangkutan dan tidak
langsung kalau berhubungan dengan budaya dan ketentuan organisasi. Dalam lingkungan pekerjaan, bentuknya bisa karena seseorang mensakiti secara fisik, menghina dengan ucapan
sangat tak pantas, sering mengabaikan bahkan melawan perintah atasan,
bawahan tidak diperlakukan adil, dan perusakan tatanan organisasi
(mekanisme, etika, kedisiplinan, komitmen, tanggung jawab).
Sakit hati bisa sangat mengganggu
banyak hal. Pertama tentunya pada yang bersangkutan apakah pada karyawan
atau manajer. Karyawan akan selalu risau atau galau dalam melaksanakan
pekerjaannya. Konsentrasi kerja bisa hilang. Lebih banyak diam atau ada
yang mengoceh sana-sini tak berketentuan. Yang lebih parah adalah
merusak fasilitas kerja dan melawan secara fisik. Hubungan dengan mitra
kerja dan atasan sangat terganggu. Sementara kalau terjadi pada sang
manajer bisa berbentuk marah besar, perlakuan tak adil pada subordinasi,
dan otoriter. Kemudian gangguan yang berikutnya adalah baik proses
pekerjaan maupun outputnya akan terganggu. Ini sangat berkait dengan suasana
kerja yang semakin kacau, tidak terkendali. Puncak masalah dari sakit
hati itu adalah berkembangnya menjadi dendam kesumat.Dalam situasi
seperti itu, tidak ada jalan lain kecuali segera dikelola dengan baik.
Pendekatan yang terbaik adalah melalui
upaya investigasi tentang siapa yang teribat, faktor-faktor penyebabnya,
dan apa akibatnya terhadap personal dan organisasi.. Memang tak mudah
dilakukan karena sakit hati bisa jadi bersifat multidimensi. Bisa karena
masalah pribadi dan atau masalah-masalah pekerjaan. Setelah diketahui
akar persoalannya maka barulah dapat dilakukan dengan pendekatan keorganisasian ataukah cukup dengan pendekatan personal. Kalau dengan pendekatan
keorganisasian maka sebagai alat ukurnya adalah standar etika,
manejemen kerja, dan performa individu dan organisasi. Memang butuh
waktu untuk meredam sakit hati. Namun kembalikan semua masalah sakit
hati pada standar keorganisasian tersebut. Masing-masing pihak perlu
disadarkan betapa pentingnya suasana harmonis. Untuk itu pendekatan
solusi “menang-menang” adalah jalan terbaik. Selain itu suasana nyaman
dalam pekerjaan perlu dipelihara.
Kalau masalahnya berasal dari gesekan pribadi maka pendekatannya pun dengan cara antarpersonal. Sementara kalau dalam hal keorganisasian maka perlu diselesaikan sesuai dengan ketentuan organisasi. Dalam hal ini dimana perlu dimediasi oleh pihak atasan, baik kalau ada masalah antarkaryawan atau manajer dengan karyawan.
Mediator atau penengah melakukan pendekatan dari hati ke hati. Disitu
dilakukan telaahan mendalam apa penyebab timbulnya sakit hati. Sejak
kapan dan dimana terjadi. Telaah juga sejauh mana hal itu mengganggu
pekerjaan. Dalam hal ini pihak yang merasa sakit hati diberi kebebasan
untuk menceritakan semua kejadian. Dan sang penengah hendaknya
mendengarkan semua informasi dengan cermat.
Kemudian informasi tersebut dijadikan bahan untuk merumuskan pendekatan
dan mendamaikan mereka yang merasa sakit hati karena persoalan
personal. Disinilah sang penengah akan menjadi juru damai yang andal
ketika dia bersifat ramah dan tidak memihak pada siapapun. Melainkan
hanya menyodorkan beberapa pilihan terbaik. Karena semua datangnya dari
hati maka pendekatannya pun dari hati pula. Mereka yang sakit hatilah
yang memutuskannya. Siapa tahu pertimbangannya adalah “lebih baik sakit
gigi…dari pada sakit hati”. Semoga sehat hati
Tidak ada komentar:
Posting Komentar